Kuliah online pada hari ini membahas
materi “Menerbitkan Buku, Catatkan Sejarah: Menulis dengan 4R”
yang disampaikan oleh ibu Farrah Dina, M.Sc selaku Founder Tangga Edu.
Penulis 20 judul buku yang berkaitan dengan pendidikan untuk guru & orang
tua serta buku-buku bergambar untuk anak-anak.
Dekrates seorang filosof mengatakan
bahwa membaca buku sama saja berbicara dengan orang-orang bijak di masa lalu.
Setiap manusia pasti ingin dikenang
dalam sejarah dan ingin mencatatkan sebuah sejarah. Untuk itu, yang bisa kita
lakukan adalah dengan membuat buku dan menerbitkan buku. Menerbitkan buku
adalah salah satu jalan menungkapkan pikiran dan perasaan kita yang abadi
sepanjang masa.
Menerbitkan buku dan membuat buku
adalah dua masalah yang berbeda. Membuat buku bisa dilakukan oleh siapa saja. Saat
ini menerbitkan buku pun bisa dilakukan oleh siapa saja. Tetapi menerbitkan
buku ke penerbit besar adalah akibat dari sebuah karya yang baik.
Menerbitkan buku jangan dijadikan
sebagai tujuan atau rencana dalam membuat buku. Tetapi jadikan itu sebagai
tantangan. Jadi, yang paling penting adalah bagaimana kita menulis dan
menuangkan pikiran, karena kita ingin tetap diingat sepanjang masa.
Untuk membuat tulisan yang ingin
diterbitkan saat ini caranya banyak sekali, dan sebenarnya sangat mudah. Yang penting
bagi penulis adalah hadirnya pembaca. Dan pembaca tidak selalu dalam bentuk
buku. Kita bisa menulis dimana-mana, di media sosial atau di penerbit indie. Kalau
karya itu memang baik, karya itu dibutuhkan, karya itu menjawab permasalahan
yang ada saat ini, maka buku itu akan sangat mudah untuk diterbitkan.
Yang menjadi faktor utama bagaimana
kita mulai membuat karya, lalu mengasahnya menjadi intan, menjadi sebuah
berlian yang nantinya akan sangat bermanfaat buat masyarakat dan sebagai akibatnya
pasti buku itu akan diterbitkan.
Untuk menghasilkan karya yang baik
tersebut bisa dilakukan dengan langkah yang dirangkum menjadi 4R
1. Renjana
Renjana adalah bahasa indonesia dari passion. Yaitu sesuatu yang
amat sangat menarik bagi kita, sesuatu yang jadi pemikiran kita. Renjana itu
bila kita melakukannya kita merasa lebih mudah, nyaman dan menyenangkan.
Jadi, mulailah menulis yang sesuai dengan renjana kita. Kalau kita
suka novel maka tulisan kita pun cenderung pada fiksi. Kalau kita suka peneletian
maka tulisan kita cenderung pada non fiksi. Mulailah dengan sesuatu yang kita
kuasai dengan baik. Dengan begitu akan mengalir kata-kata dengan mudah. Dan cara
yang paling mudah untuk kita termotivasi dalam menulis adalah bagaimana kita
merasa sukses untuk melakukan sesuatu.
Carilah renjananya, apakah renjana kita buku anak, buku anak saat
ini sangat dibutuhkan. Apakah renjana kita penelitian, lalu bagaimana kita
membuat penelitian menjadi popular, dll. Jika belum tau renjananya, lakukan
menulis yang paling mudah. Misalnya suka makan, buatlah review makanan. Kalau suka
baca buku, buatlah rview buku, kalau suka nonton youtube, buatlah review
youtuber.
2. Rutin
Rutin itu bukan hanya rutin menulis, tetapi yang lebih penting
adalah rutin membaca. Dengan rutin membaca itu menjadi sesuatu yang otomatis, kita
pun akan terframe. Sehingga apapun yang kita lihat, kita alami. Kita ingin menjadi
sebuah bacaan, dengan begitu kita akan termotivasi untuk menulis. Ketika kita banyak
membaca, kantong-kantong kepala kita akan penuh dengan hal-hal yang ingin
dikeluarkan dalam bentuk tulisan.
Kosa kata dalam membaca tidak sama dengan kosa kata lisan. Kosa kata
membaca cenderung berkaitan dengan kosa kata menulis. Tidak demikian dengan
kosa kata lisan, ketika kita mendengar, kita ingin mengungkapkan kembali dan
membicarakannya kembali. Tetapi ketika kita membaca kita akan kecenderungan
untuk membuat dalam bentuk tulisan yang lain.
Disarankan, apapun bentuk genre bukunya tetap kita baca. Tetapi kalau
kita tidak mempunyai waktu banyak, kita menulis saja sesuai dengan genre kita. Setelah
itu baru kita rutin menulis.
Rutin menulis bisa dilakakan kapan saja, dimana saja. Rumus dari
penulis hemat adalah mereka selalu menyiapkan waktu khusus dan tempat khusus
untuk menulis. Sehingga terframe dalam otaknya ketika dia berada di waktu itu
dan tempat itu adalah waktu untuk mengeluarkan tulisannya. Tetapi juga jangan
tergantung pada hal itu, tetapi untuk membentuk rutinitas hal itu juga perlu
ada.
Menulis itu bisa dimana saja, kapan saja dan tentang apa saja. Setiap
sesuatu yang menarik maka harus kita tulis. Jika tidak sempat menulis, bisa kita
rekan menggunakan HP atau yang lainnya. Sekarang di HP sudah ada aplikasi
notes. Kalau kita sedang dalam perjalanan kita bisa menggunakan
recorder untuk merekamnya. Kita harus mengumpulkan bank-bank cerita. Maka
ketika kita menulis, kita tinggal mereview ke bank cerita tadi.
Bank cerita harus detail. Misalnya kejadiannya hari ini dan kita
baru menulis satu bulan kemudian. Jika bank ceritanya tidak detail maka kita
akan kesulitan untuk menulisnya.
Orang yang memendam akan kalah dengan orang yang mengungkapkan. Orang
yang menunggu akan kalah dengan orang yang melakukan. Jadi, kita jangan memendam
tapi ungkapkan. Kita jangan menunggu tapi lakukan.
3. Review
Review adalah setelah kita punya kumpulan maka review-review. Proses
tersulit dan terpanjang adalah review. Saat menulis draft, pertama tulis saja
semuanya, tidak di edit, tidak perlu dilihat tokohnya, tidak perlu dilihat
peristiwanya, alurnya, logikanya. Biarkan mengalir. Kemudian ditahap review
kita baru melakukan itu semua. Kita melihat tokohnya, kita lihat detilnya.
Review juga penting untuk melihat market kita, apa yang ingin kita
tulis. Misalnya kita menulis buku panduan untuk program membaca maka kita perlu
memperhatikan siapa audiennya, apa yang dibutuhkannya. Dia butuh untuk pengetahuan
teknisnya, aplikasinya. Dia juga butuh background knowledgenya.
Kalau kita memiliki renjana di bidang penelitian. Paling tidak
penelitian kelas. Misalnya kita sedang menyelesaikan pendidikan S1, S2 atau S3 kita
akan berkutat terus dengan penelitian itu maka akan tumbuh pemahaman kita
sangat mendalam tentang hal itu dan ingin sekali menuliskannya. Tetapi kuncinya
adalah ketika kita menuliskan penelitian maka jangan ditulis semacam laporan
penelitian yang kita submit misalnya untuk jurnal atau yang lainnya. Tetapi
jadikan laporan penelitian itu sebagai buku popular.
4. Ruang bagi Pembaca
Ketika review jangan jadikan review dari kita dianggap sudah cukup
karena menurut kita pasti sudah bagus. Tapi yang oenting adalah review dari
pembaca yang kita tuju. Kalau buku anak-anak maka pembacanya adalah anak-anak. Kalau
buku untuk guru maka pembacanya adalah guru. Kalau buku untuk orang tua maka
pembacanya adalah orang tua.
Ruang bagi pembaca artinya bukan kita meminta mereka untuk membaca kemudian
kita mengharapkan fedback positif. Tapi justru yang diharapkan adalah fedback
negatif. Misalnya apa yang harus
diperbaiki, apa yang bagi mereka sulit, apa yang tidak menarik. Justru itulah
yang penting untuk kita agar bisa memperbaikinya.
Ruang pembaca ini jangan sampai menghilangkan jati diri si penulis.
Misalnya buku anak-anak, ruang pembacanya adalah anak-anak. Banyak hal review
dari mereka yang kadang tidak pernah kita pikirkan.
Bagi penulis, seorang penulis tidak ada artinya tanpa hadirnya
pembaca maka hadirnya pembaca menjadi sangat penting. Karena itu menshare di
media sosial. Meminta keluarga untuk membaca, kolega kita, anak kita atau murid
kita untuk membaca. Itu adalah hal yang penting karena ada kepuasan ketika ada
orang yang membaca dan akan membuat kita termotivasi untuk terus menulis.
Lalui tahapan 4R agar buku yg
diterbitkan berkualitas
Dalam menulis tidak selalu menggunakan
4R. 4R ini dirangkum dari pengalaman-pengalaman penulis yang hebat yang sudah
menerbitkan banyak buku dan disukai. Mereka akan menulis yang betul-betul
sesuai dengan renjananya lalu terbiasa menulis (rutin). Pada awal menulis buku,
jangan kita dipusingkan dengan editing & lain-lainnya yang nanti justru
akan menghambat jadinya sebuah naskah. Tapi setelah itu, baru dilakukan review
berulang (dan ini proses panjang). Seringkali bahkan naskah final sangat
berbeda dari naskah awalnya... Kekuatannya di review ini. Untuk ruang pembaca,
tujuan kita menulis adalah untuk dibaca jadi perlu mendengar masukan dari
pembaca juga.... Tapi jangan sampai kita juga hanyut menulis hanya untuk
memenuhi kebutuhan pembaca, nanti tidak timbul kebahagiaan.
Langkah mengubah tulisan dari best
practice menjadi tulisan populer
Banyak buku-buku yang sekarang best
seller adalah buku-buku ilmiah tapi disajikannya dalam bentuk populer tidak
penuh dengan data-data yang memusingkan. Sebaiknya ibu membaca contoh buku-buku
populer yang berdasarkan pendekatan ilmiah... Dari buku-buku ini yang saya
perhatikan mereka akan membahas "Permasalahan" lalu
"jawabannya" dengan sedikit memasukkan teori-teori pendukung. Jadi
yang dibahas bukan teroinya, ada unsur emosi kuat yang dibangun sehingga ada
konektivitas dengan pembaca.
Beberapa contoh buku ilmiah dibuat
populer (maaf yang terbayang saat ini buku-buku terjemahan), seperti: Good to
Great (penelitian dari 500 perusahaan sukses dunia, The Miracle of Endorphin
(pendekatan psikologis untuk metode pengobatan), The Leader in Me
(praktik-praktik di sekolah yang menerapkan 7 Habit).
Bagaimana menampilkan
"voice" pada buku populer atau membangun emosi, misalnya dengan
memasukkan isi wawancara, atau data-data non formal yg lebih hidup.
Cara mengetahui passion kita dengan
mudah
Tidak sedikit orang yang belum
mengetahui passion menulisnya. Memang ada orng-orang yang dari awal sudah tau
apa bidang menulis yang akan digelutinya dan ada juga yang butuh waktu. Cara
paling ampuh adalah dengan terus menulis, nanti akan kelihatan kecenderungan
kita. Bahkan, dengan mengumpulkan bank tokoh, situasi, pengalaman ke dalam
bentuk rekaman/tulisan pun nanti akan terlihat apa yang menjadi renjana kita.
Kita bisa lihat dari bank yang sudah kita kumpulkan, apa sih yang menarik untuk
kita yang mendorong kita untuk mengungkapkannya, nah itulah renjana kita. Cara
lain paling mudah mengetahuinya adalah dengan melihat mana tulisan yang paling
cepat saya selesaikan dan kita merasa mudah.
Menambahkan khayalan dan imajinasi ke dalam buku anak
Dalam menulis buku anak, kita diperbolehkan
sekali memasukkan imajinasi ke dalam buku anak. Justru imajinasi itu kekuatan
dari buku anak. Seperti binatang berbicara, anak pergi ke ruang angkasa,
berteman dengan robot, itu adalah imajinasi.
Yang tidak boleh adalah takhayul dan
imajinasi yang mengandung kekekrasan. Saya pribadi keberatan dengan anak
durhaka menjadi batu, siasat membuh raksasa seperti dalam legenda asal usul
Danau Batur, dll. Sikap jahat akan ada akibatnya, dan bisa dalam bentuk
imajinasi tapi sebisa mungkin berkaitan dengan perbuatannya dan tidak
berlebihan.
Yang
dilakukan ibu Farrah Dina sehingga dapat
menemukan passion menulis buku anak
Ibu Farrah Dina menemukan renjananya
berawal dari pendidikannya di Amerika & Jepang yang di mana mereka sangat
serius memikirkan buku anak. Tidak halnya di Indonesia. Sebenarnya ini juga
berawal dari kebutuhan, saat di Jepang anak saya masih TK dan akan kembali ke
Indonesia masuk SD. Jadi beliau harus mengajarkan membaca. Beliau minta
dikirimkan buku-buku dari Indonesia tapi tidak puas. Lalu beliau menulis buku
sendiri dan ternyata itu menyenangkan buat dia. Beliau merasa bisa memberi
solusi pada permasalahan yang ada.
Selanjutnya beliau juga melakukan
penelitian di bidang membaca usia SD, dan salah satu hal yang dibutuhkan adalah
buku anak berkualitas. Di pasar, buku anak berkualitas itu biasanya harganya
mahal. Ini yang menjadi motivasi besar, menciptakan buku-buku berkualitas
dengan harga terjangkau. Ini yang menjadi motivasi terbesar dan itulah passion beliau...
Walaupun beliau tetap memaksakan diri untuk terus menulis genre lain.
Karena rutinnya menulis buku anak
dan pendidikan, bu Farrah agak meninggalkan bentuk tulisan ilmiah. Pada saat beliau
mengalami ini, beliau "memaksa" dirinya untuk mengirimkan rencana
penelitian untuk mendapat beasiswa. Dengan tenggat yang jelas akan jadi
motivasi untuk kita. Ini juga perlu dilakukan. Alhamdulillah dengan research
plan yang beliau buat, beliau bisa diterima di universitas di jepang.
Semangat yang melatarbelakangi ibu
Farrah Dina mendirikan Tangga Edu dan juga bisa menjadi penulis
Yang menjadi motivasi ibu Farrah dalam
mendirikan Tangga Edu adalah bagaimana memberi manfaat sebesar mungkin untuk
negeri Indonesia tercinta ini... Sama dengan bapak dan Ibu semua
Memanage 4R agar menjadi sebuah
kesatuan utuh untuk saling melengkapi dalam menulis
Dengan menulis kita akan menemukan
pola kita tersendiri. Yang perlu diingat adalah di awal, tulis dulu apa yang
mudah untuk kita, tapi perlu dipaksakan juga agar menjadi rutinitas. Dengan
begitu kita akan sangat terbiasa.... Saat ingin dipublish ke orang lain, maka
perlu dilakukan review berulang-ulang. Jangan lakukan review saat menulis di
awal, karena nanti tidak akan jadi karya karena kita berkutat dengan banyak
hal.
Apakah seorang penulis harus fokus
pada satu passion atau genre tulisan agar tulisannya betul2 baik...dan memag
ada tidak pengaruh taste/rasa tulisan seseorang yang suka mngerjakan dua
tulisan (fiksi dan non fiksi) secara bersamaan
Sebagai awal, tulis dulu sesuatu
yang mudah bagi kita, yang sesuai dengan renjana kita, yang kita senang saat
menuliskannya. Ini gunanya untuk memberi reward terhadap diri sendiri. Dengan
jadinya naskah yang kita sukai, itu akan menjadi bahan bakar bagi kita untuk
terus menulis. Jika di awal kita sudah tidak cukup motivasinya, maka akan terhambat,
Tulislah sesuatu yang betul2 isi kepala atau hati kita yang ingin disampaikan
ke orang lain.
Selanjutnya, kita menyesuaikan diri
dan bisa menulis dengan genre apapun, tentu dengan latihan dan pembiasaan.
Bahkan kita pun harus bisa menulis sesuai dengan kebutuhan pembaca... Ini yang
nantinya perlu dikuasai setelah kita menguasai sedikit hal yang menjadi
kekuatan utama kita.
Asal mula kata Renjana dan mengapa diletakkan
di poin paling atas
Renjana adalah passion, ketertarikan
kita pada satu hal yang kita akan mengerahkan energi kita untuk itu dengan
senang hati. Menulis sesuatu yang sesuai dengan renjana kita, itu akan menjadi
kekuatan di awal. Manusia memerlukan reward langsung. Saat kita menulis sesuatu
yang sesuai dengan minat kita, maka kita akan menikmatinya & hasilnya pun
akan cepat jadi. Hasil tulisan yang jadi ini menjadi reward sendiri untuk kita
sehingga kita akan terus termotivasi untuk menulis. Setelah itu, barulah
berkreasi dengan berbagai genre agar kita menguasai menulis berbagai hal.
Cara agar dapat menerima tanggapan
pembaca yang negatif pada tahap ruang bagi pembaca
Menerima tanggapan negatif memang
tidak mudah. Jangan sampai juga itu medemotivasi kita dan menghilangkan jati
diri kita. Saat kita mendengar tanggapan pembaca, yang perlu kita tahu
sebenarnya adalah penangkapan pembaca terhadap hasil tulisan kita. Apakah sama
seperti apa yang ingin kita sampaikan? Jika berbeda, apa yang berbeda (tentu
perlu ada ruang imajinasi yang berbeda antara pembaca dan penulis). Kemudian
"keseluruhan" atau "detail" apa yang tidak disuka. Kalau
tidak suka karena selera yang berbeda, maka bisa jadi pelajaran bahwa orang dengan
persona seperti dia bukanlah target pembaca kita.
Jika tidak sukanya karena
"persepsi" atau "terjemahan" yang berbeda dari yang
sebenanrnya ingin kita sampaikan, maka mungkin ada penulisan yang perlu
diperbaik.
Memiliki renjana (passion) membuat buku pelajan fisika. Apakah berarti
sebaiknya menulis buku pelajaran fisika saja?
Untuk tahap pertama maka sebaiknya kita
pilih buku fisika. Ini untuk menciptakan reward bagi diri kita di awal agar
kita terus termotivasi untuk menulis. Namun setelah itu lebarkanlah sayap...
Coba buat artikel lain yang tetap mengaitkan dengan fisika (ilmiah menjadi
populer) dan berkreasilah dengan genre2 lain.
Belum pernah menulis buku namun sering
melakukan penelitian dan ada beberapa yang sudah dipublikasikan
Jika memang tertarik dengan
penelitian, coba ambil salah satu sudut dari penelitiannya untuk dijadikan
artikel (bukan keseluruhan penelitian). Ambil sisi yang dapat dibangun
konektivitasnya pada pembaca secara umum.
Sebelum menentukan ruang pembaca,
apakah kita perlu meneliti atau survey untuk calon pembaca buku kita?
Pada tahap awal kita menulis maka
sebaiknya kita menulis untuk tujuan diri kita. Apa yang ingin kita sampaikan.
Agar keluar jati diri kita sambil kita melihat yang cocok dengan tulisan kita
itu pembaca yang bagaimana. Baru kemudian kita berkembang, mulai menulis berdasarkan
"pesanan" artinya kita tentukan dulu sasaran pembacanya. Misalnya
menulis untuk remaja maka ada bahasa2 yang perlu disesuaikan, maka kita menulis
dengan "frame" pembaca di kepala kita... Nanti kita minta pendapat
dari pembaca yang dituju sesuai sasaran.
Menulis buku anak itu tentu untuk
membangkitkan minat maka perlu gambar. Apakah ibu menggambar sendiri atau
menggunakan jasa? Atau adakah cara lain mendapatkan gambar.
Buku Anak bagi saya itu suatu
kesulitan. Saya sudah mencobanya. Terbentur pada gambar, termasuk bila harus
meminta izin.
Saya membuat buku anak dengan desain
berjenjang di awal. Mulai dari pembaca pemula yang harus penuh dengan gambar.
Untuk ini tentu saya bekerja sama dengan ilustrator. Banyak komunitas2
ilustrator saat ini, termasuk di medsos. Tapi pada jenjang yang lebih tinggi,
buku anak akan lebih sedikit gambarnya bahkan tidak bergambar (novel anak). Nanti
bapak tentukan saja di jenjang mana bapak ingin menuliskannya. Jika tertarik
lebih lanjut, akan ada workshopnya oleh Tangga Edu, silahkan ikuti media
sosialnya IG @tanggaedu & FB Tangga Edu untuk info terkini.
Menulis buku anak itu lebih
menantang atau sulit. Terutama bahasa
yang digunakan musti sesuai dengan bahasa dunia anak.
Sulit atau tidak sangat relatif.
Tapi mungkin karena kita terbiasa dengan bahasa dewasa. Kuncinya adalah sering
mendengarkan anak berbicara & memberikan buku kita pada anak agar kita tahu
responnya... Kemudian bisa kita evaluasi. Saat menulis untuk dewasa, apa yang
kita tuliskan akan ditangkap sama oleh pembaca. Tidak demikian dengan anak, hal
sederhana saja bisa dipersepsikan berbeda, tidak sama dengan apa yang kita
maksud.
Bagaimana cara menjadikan PD pada
diri sendiri untuk tidak malu tulisannya dibaca orang lain. Saya sering
menulis, tapi selesai menulis saya simpen. Pernah saya menulis di blog dulu sekali
( baru ttg RPP dan pembelajaran sih, sedikit) tapi kok temen aku langsung copas semuanya dan
dijadikan administrasi nya dan dijadikan atas namanya untuk mendapatkan ttd
pimpinannya. Padahal saya nulis itu mikir setengah mati. Dari situ saya jadi
males share lagi.
Saat tulisan dipublikasikan maka hak
penulis terhadap interpretasi terhadap tulisan itu menjadi hilang. Interpretasi
dan tanggapan pembaca tidak bisa kita kontrol.... Maka perlu kebesaran hati, karena
bisa saja tanggapan yang tidak baik yang kita terima. Nah kalau tentang hak
cipta yang dikopi, maka pada saat kita membaginya di dunia maya, maka kita
harus siap bahwa itu menjadi milik publik. Walaupun itu salah, tapi di dunia
maya kita sulit mengkontrolnya.
Proses kreatif Ibu Farrah Dina menulis
buku anak
Karena saya menulis buku berjenjang
maka banyak pakem yang harus saya perhatikan. Biasanya saya memulai dari
sesuatu value yang ingin saya kenalkan pada anak tapi tidak dengan cara doktrin
tapi tertangkap. Agar dapat banyak ide, maka saya banyak menonton film anak,
bergaul dengan anak2 & membaca buku2 anak. Contohnya buku "Sihdeh
& Robot" yang intinya mengenalkan cara menenangkan diri dengan menarik
napas panjang. Kecenderungan anak laki-laki agak sulit untuk menenangkan diri
saat marah, maka diambillah tokoh robot agar relate dengan anak laki. Setelah
itu dibuat prosesnya, termasuk membuat story board.... Dibaca anak2, lalu
review & revisi lagi dst... Dari masukan anak, bahkan judulnya pun ada
perubahan.
Cara agar bisa menghasilkan buku
dengan cepat bagi penulis pemula
Mulai dari yang mudah... Topik yang
paling dikuasai. Tapi tidak ada yang instan, semua harus melalui proses. Proses
itu akan semakin cepat jika segera dimulai.
Berapa persen dari ruang pmbaca
dapat ditampung masukannya dan bagaimana sikap kita dalam mnerima semua
kritikan itu agar itdak terbawa amarah?
Tidak ada rumus baku . Kita siapkan
diri kita untuk terbuka terhadap berbagai masukan. Tapi kita lihat, kalau dia
tidak suka karena berkaitan dengan selera yang berbeda, maka dia bukan target
pembaca kita dan ini informasi berharga bagi kita. Tulisan kita akan memiliki
target pembacanya sendiri. Tapi kalau pembaca tidak suka karena interpretasi
yang salah dari hasil karya kita, maka mungkin cara kita menuliskannya perlu
diperbaik.
Review buku dilakukan sebelum buku
kita diterbitkan, maka buku itu kita berikan kepada pembaca tertentu untuk
membacanya lalu memberikan masukan positif atau negatif dari buku yang kita
tulis.
Sebelum buku di bawa ke penerbit,
hasil tulisan kita hadirkan pada pembaca dan kita melihat tanggapannya -- ini adalah
usaha individu penulis untuk mendapat masukan. Kalau sudah ke penerbit, maka
ada mekanismenya lagi tapi kita pun sudah bisa jelaskan targetnya siapa,
tanggapannya bagaimana, hingga buku kita itu bisa dibilang layak terbit.
Kesimpulannya materi ini adalah mulailah
menulis sesuai dengan renjana kita, kita menulis secara rutin. Setelah menulis
kita lakukan review dan terakhir kita berikan tulisan pada ruang pembaca untuk
mendapatakan fedback negatif tentang tulisan kita untuk perbaikan tulisan kita.
Barulah kita masukkan ke penerbit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar